Tuk... Tuk....
Sepatu Mr. Smith sangat terdengar jelas
bercampur dengan suaranya yang mengisi ruangan penuh. Sean malah asik dengan
gadget nya sendiri. Maklum saja, Mr.Smith bukan seorang dosen yang tergolong
keras. Lelaki campuran Indo-Jerman ini sangat santai dalam mengajar. Namun aku
tetap mencoba untuk memperhatikan.
Selesai pembelajaran, seisi ruangan
berhamburan keluar. Namun aku dan Sean tetap duduk di ruangan menunggu pintu
sampai terlihat sepi.
“Aline, kau tahu tidak? Anak fakultas hukum
ada yang diduga sebagai pemakai....”
“Pemakai? Pemakai apa?” tanyaku datar
“Narkoba, tapi belum diketahui lebih jauh
narkoba jenis apa. Coba lihat ini deh..” Ucap Sean sambil memperlihatkan Iphone-nya.
Aku sama sekali tidak tertarik dengan rumor kampus seperti ini
“Hah sudahlah, paling hanya rumor biasa”
“Ih, kamu ga perduli banget deh sama
masalah sosial kaya gini”
“Masalah sosial katamu? Ini namanya gossip,
Sean Nirmata” gumamku setengah meledek. “Sudah, yuk”
***
Aku dan Sean berjalan di halaman kampus
menuju daerah parkir mobil. Hari ini Sean membawa mobil. Karena jarak rumah
kami yang tidak terlalu jauh, jadi aku menumpang bersamanya.
“Line, bagaimana kalau kita makan di restaurant
samping kampus dulu? Aku lapar nih”
“Aku sih mau saja, tapi sebelum jam 2 aku
harus sudah pulang”
“Memangnya jam 2 ada apa?”
“Ibu kosku bilang kalau....”
“AHHH”
Tiba-tiba saja, seorang mahasiswa yang
menggunakan motor ninja menabrak sebagian tubuhku. Bahuku seperti hampir copot,
bahkan tanganku tidak bisa digerakkan.
“Maaf.... Maaf kau tidak apa-apa, kan?”
tanya mahasiswa itu sehabis memberhentikan motornya dan menghampiriku. Ia membuka
kaca helmnya sehingga hanya terlihat sebagian wajahnya. Aku sangat terkejut
melihat lelaki itu. Matanya. Aku seperti melihat tatapan yang khas yang sering
kulihat sebelumnya. Aku memandangnya beberapa detik, hingga rasa sakit di
bahuku terasa kembali.
“T..t.. tidak. Aku tidak apa-apa” ucapku
berbohong. Sekarang giliran raut wajah lelaki itu yang berubah. Aku bisa
menjamin ia memikirkan apa yang baru saja kupikirkan. Aku masih setengah terduduk
di aspal. Sean yang melihat kejadian ini langsung mengangkat alis.
“Hei, kau! Hati-hati kalau berkendara. Sudah
tahu trotoar, masih saja dipakai untuk berjalan! Bagaimana sih?!”
“Iya aku minta maaf, kalau memang harus
dibawa ke rumah sakit, aku bersedia mengantar” Tawar lelaki itu
“Tidak, tidak usah. Ini hanya memar sedikit
saja, kok.” Ucapku menolak. Aku tidak ingin ini menjadi masalah yang
berkepanjangan. Biarlah didiamkan beberapa hari, bahu dan lengan kanan ini akan
sembuh kelak.
“Sekali lagi aku minta maaf, tadi sedang
terburu-buru. Semoga.... Semoga kau cepat sembuh” lelaki itu tersenyum tipis
dan langsung membalikkan badannya. Gayanya berjalan, caranya berbicara, hingga
tatapan matanya sangat tidak asing lagi bagiku. Aku masih berusaha
mengingat-ingat siapa lelaki itu. Sampai rasanya aku kehilangan cara bagaimana
untuk menemukan lelaki itu dalam memoriku.
***
Pagi itu aku dan Sean sama-sama tidak ada
mata kuliah. Kami berdua memilih untuk hangout ke mall berhubung hari itu
adalah hari Sabtu. Sean menjemputku pukul 10.00 pagi. Tempat pertama yang
kukunjungi dalam mall itu adalah toko buku. Banyak buku-buku kuliah yang harus
kubeli. Menjadi mahasiswi fakultas ekonomi memang pilihanku sejak awal,
sehingga beban apapun yang kurasakan selama kuliah benar-benar tidak terasa. Lain
halnya dengan Sean, sejak awal ia ingin berasa di jurusan psikologi. Tetapi karena
paksaan dari orangtuanya, sampailah ia ke dalam fakultas ekonomi. Berbanding
terbalik denganku, beban apapun yang ia rasakan selama kuliah benar-benar
sangat terasa.
Jarum jam sudah menunjukkan ke angka 5. Tidak
terasa aku dan Sean sudah sangat lama berada dalam mall itu. Ini memang
rutinitas yang biasa kita lakukan sebulan sekali. Mencari buku-menonton
film-makan-menonton film lagi-mencari buku lagi. Walaupun selama hangout ini
aku berkali-kali meringis kesakitan karena kejadian kemarin, namun aku tetap
merasa senang. Seharusnya saat ini aku mencari buku lagi, tetapi Sean bilang ia
harus pulang untuk menjemput adiknya yang sedang berada di sekolah. Mau tidak
mau, aku pun harus pulang sendiri. Aku pun keluar mall dan berniat untuk
mencari taksi. Namun, belum lama aku melangkah, sesosok lelaki yang sedang
kesulitan merapikan barang belanjaan yang jatuh menyita pandanganku. Kuhampiri lelaki
itu.
“Ada yang bisa kubantu?” tanyaku. Lelaki itu
mendangakkan kepalanya dan menatapku tajam. Tatapan itu. Tatapan itu yang
membuatku kelelahan untuk mengingat siapa dirinya. Lelaki yang baru saja
kutemui kemarin, sekarang berada tepat didepanku lagi.
“Ha?”
“Ada yang bisa kubantu? Mengapa bisa jatuh?”
tanyaku berusaha untuk bersikap ramah
“Tidak, tidak usah” tolaknya “tadi kakiku
tersandung batu besar ini dan akupun terjatuh ke aspal” jelasnya singkat sambil
menunjuk ke arah batu besar itu. Aku tidak menghiraukan tolakannya, kuambil
beberapa barang belanjaan yang masih tercecer di aspal itu.
“Maaf merepotkanmu, terima kasih banyak”
ucap lelaki itu tegas. “mungkin ini karma dari perbuatanku padamu kemarin”
lanjutnya setengah bercanda. Kedua tangannya memegang bagpack belanjaan yang
baru saja dirapikan.
“Sama-sama. Ah tidak, itu hanya kebetulan
saja” gumamku yang terlihat gugup
“Ngomong-ngomong, kau sendirian?”
“Iya, tadinya bersama temanku tapi ia harus
pergi untuk urusannya. Kau sendiri?” ucapku berbalik tanya
“Sendiri juga, bagaimana kalau aku
mengantarmu pulang? Mobilku ada di parkiran ujung. Kau tunggu disini saja. Aku akan
membawa mobilku ke sini” Tawarnya tanpa meminta persetujuan. Bahkan aku belum
menjawab apa-apa. Entah apa yang membuatku benar-benar percaya bahwa lelaki itu
memang orang baik-baik. Selang lima menit, ia membawa Honda Freed nya ke
hadapanku. Dibukakannyalah pintu mobil itu olehnya. Saat aku memasuki mobilnya,
aku melihat benda yang tak asing juga dimataku. Sebuah jam meja kecil yang
tepat berada di kanan depan stir mobilnya. Tanpa kusadari, mobil itu telah
dibawanya melaju.
“Rumahku di Griya Indah I3 nomor 9” ucapku
tanpa ditanya
“Oh iya! Aku sampai lupa bertanya” katanya
setengah tertawa. Akupun ikut tertawa kecil. Pandanganku kembali pada jam itu. Jam
yang terdapat bentuk gabungan huruf A dan K. Namun pikiranku buyar setelah
lelaki itu menyalakan tape di mobilnya. The Man who Can’t Be Moved – The Script
Going Back to the corner where I first saw you
Gonna camp in my sleeping bag I'm not gonna move
Got some words on cardboard, got your picture in my hand
Saying, "If you see this girl can you tell her where I am? "
Some try to hand me money, they don't understand
I'm not broke I'm just a broken hearted man
I know it makes no sense but what else can I do
How can I move on when I'm still in love with you
'Cause if one day you wake up and find that you're missing me
And your heart starts to wonder where on this earth I could be
Thinkin maybe you'll come back here to the place that we'd meet
And you'll see me waiting for you on the corner of the street
So I'm not moving, I'm not moving
Policeman says, "Son you can't stay here"
I said, "There's someone I'm waiting for if it's a day, a month, a year"
Gotta stand my ground even if it rains or snows
If she changes her mind this is the first place she will go
Gonna camp in my sleeping bag I'm not gonna move
Got some words on cardboard, got your picture in my hand
Saying, "If you see this girl can you tell her where I am? "
Some try to hand me money, they don't understand
I'm not broke I'm just a broken hearted man
I know it makes no sense but what else can I do
How can I move on when I'm still in love with you
'Cause if one day you wake up and find that you're missing me
And your heart starts to wonder where on this earth I could be
Thinkin maybe you'll come back here to the place that we'd meet
And you'll see me waiting for you on the corner of the street
So I'm not moving, I'm not moving
Policeman says, "Son you can't stay here"
I said, "There's someone I'm waiting for if it's a day, a month, a year"
Gotta stand my ground even if it rains or snows
If she changes her mind this is the first place she will go
Aku berusaha memecahkan keheningan di
tengah lagu.
“Kau suka The Script?”
“Begitulah, walaupun lagu-lagunya jarang
menjadi hits, tapi aku sangat suka”
“Oh”
“Kalau kau?”
“Lumayan, tapi sayang aku belum pernah
menonton konsernya” ucapku setengah bercerita
“Tidak apalah, aku juga belum pernah. Tidak
mau malah”
“Kenapa?”
“Menonton konser sama saja menjadi idola
fanatik. Dan aku tidak termasuk itu”
“Oh..” mulutku membulat kecil. Aku memang
menyukai band ini. Benar katanya, walaupun jarang menjadi hits, tetapi aku
tetap suka sekali.
Tak terasa, 20 menit sudah perjalananku
dari mall menuju rumah. Lelaki itu sangat menyenangkan. Aku rasa ini bukanlah
yang pertama kalinya aku merasa seakrab itu dengannya. Tapi selain ini, kapan? Lelaki
itu keluar dari pintu mobilnya dan membukakan pintu mobilnya untukku.
“Terimakasih banyak...” ucapku dengan lirih
“Sama-sama, anggap saja permintaan maafku
untuk yang kemarin. Eh, ngomong-ngomong tanganmu masih sakit?” Tanyanya yang
berubah nada menjadi khawatir
“Sedikit... tapi tidak apa-apa kok.” Jawabku
dengan yakin
“Ah aku benar-benar minta maaf”
“Iya tidak apa. Oya, namamu siapa? Daritadi
kita belum berkenalan”
“Namaku?” tanyanya balik. Aku pun hanya
mengangguk.
“Darrel” yang mendengar itu, aku tersenyum.
Ia menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku. Aku menerimanya
“Aline” Darrel terdiam. Ia seperti
dikejutkan dengan sesuatu. Entah mengapa, perasaan aneh yang muncul sejak
kemarin pada diriku sudah menghilang sedikit demi sedikit. Mungkin semua itu
hanya perasaan saja atau bahkan kebetulan. Aku belum pernah mengenal nama
Darrel sebelumnya.
“Kau Aline?” aku mengangguk. Raut wajah
Darrel benar-benar berubah drastis. Tingkat keheranannya semakin terlihat.
“Aku... Aku pulang dulu. Bye, Aline”
Ucapnya sambil melambaikan satu tangannya. Kembali kurasakan, tatapan itu tetap
ada.
No comments:
Post a Comment