Twitter

Wednesday, December 26, 2012

Our Last Day


Di pagi hari, motor Tomi sudah terpajang di depan halaman rumah Nerly. Dan pemiliknya hanya duduk di kursi yang tersedia disana. Nerly yang melihat itu langsung mengganti pakaiannya dengan terburu-buru. Sampai akhirnya, ia hanya menggunakan kaos lengan panjang polos berwarna hijau tosca dengan bawahan blue jeans dan mengenakan kalung berbentuk gitar yang biasa ia pakai. Kemudian ia membuka pintu rumahnya.

“Hey, maaf agak lama” ucap Nerly
“Iya tidak masalah. Ayo naik” seru Tomi yang mendahului dengan menyalakan mesin motornya
“Kita mau kemana?” tanya Nerly
“Sudah kamu ikuti aku saja.” Tomi hanya menjawabnya santai dengan senyum menawannya. Nerly hanya bisa tunduk padanya dengan muka masamnya karena tidak diberi tahu apapun.

Matahari pagi yang menyambar Nerly dan Tomi membawa mereka ke suatu tempat yang tidak asing bagi mereka, yaitu mall yang sering mereka kunjungi. Nerly tampak sedikit percaya bahwa Tomi hanya ingin mengajaknya nonton bioskop saja. Karena memang biasanya, mereka ke sana untuk menonton bioskop. Namun, hari masih pagi dan XXI buka pukul 12.00. Mengapa datang sepagi ini, batin Nerly.

Tomi memarkir motornya dan langsung mengajak Nerly masuk mall. Mereka menaiki eskalator menuju lantai dua. Tidak diduga, Tomi membeli dua lollipop berwarna gradiasi biru, kuning, dan merah.

“Ini untukmu,” sambil memberikan sebatang lollipop “sekarang masih pagi. Sambil menunggu XXI dibuka, kita ke fun world dulu saja. Bagaimana?”

“Aku senang kau menyuruhku memberi persetujuan. Baiklah, Tom”  Gumam Nerly yang diselingi dengan tertawa kecil.

Permainan pertama yang mereka mainkan adalah hockey. Mereka bermain dengan ceria dan penuh tawa. Kemudian mereka memainkan basket. Namun satu ring dimainkan berdua. Tomi yang jahil seringkali mendorong tubuh Nerly hingga Nerly hampir terjatuh. Dengan puasnya Tomi tertawa lepas yang melihat kekasihnya itu merengek kesakitan.

“Cewekku kan kuat, jangan nangis dong....”
“Kamu jahil sekali, sih. Sini gantian aku yang main!” Seru Nerly yang masih merengek tidak terima tubuhnya dijatuhkan. Tomi hanya terus tertawa karena ia melakukan itu hanya untuk menghibur diri Nerly saja. Dan Nerly pun sangat paham kelakukan Tomi hanya candaan semata. Orang-orang yang berada di fun world yang melihat tingkah mereka, ikut tertawa kecil.

Hingga tiba pukul 12.00 Nerly dan Tomi menuju XXI untuk memesan tiket.
“Kau mau film apa?” tanya Tomi
“Terserahmu saja”
“Sekali lagi aku dengar kamu bilang terserah....”
“Iya iya, Tom! Aku mau the amazing spiderman 2 saja.”
Tomi hanya tertawa melihat Nerly yang merasa terancam seperti itu. Ia langsung memesan 2 tiket dengan seat L1 dan L2.

“Tomi? Yang benar saja, kamu mau kepala kita terangkat ke atas dan lordosis setelah menonton ini?” protes Nerly yang melihat seat yang telah dipesan oleh Tomi. Tempat duduk itu terletak di paling depan pojok kanan. Dan Nerly sangat tidak menyukai itu.

“Iya, Ner. Tidak apa-apa kan? Kalau kau sakit, aku juga sakit kok” jawab Tomi dengan santai dan tidak merasa bersalah. Film itu dimulai pukul 12.30 dan mereka hanya perlu menunggu sebentar untuk memasukinya. Nerly membeli pop corn asin medium untuk dimakan berdua.

Selama menonton film, Nerly dan Tomi tidak banyak berbincang. Terjadi kejanggalan pada diri Tomi yang dirasakan oleh Nerly. Dari awal film dimulai, Tomi langsung menggenggam tangan Nerly tanpa berkata apapun. Tomi juga sering terlihat murung seperti sedang memikirkan sesuatu. Nerly pun ambil tekad untuk menanyakannya.

“Tom.....” Bibir Nerly bergetar, takut tindakannya itu salah “ada apa denganmu?”
Tomi langsung mengarahkan kepalanya ke kanan agar bisa melihat langsung keberadaan Nerly disampingnya.
“Tidak ada apa-apa.”
“Kau terlihat murung” ucap Nerly apa adanya. Tom terdiam sebentar. Ia tampak kebingungan harus menjawab apa
“Begitukah? Tenang saja, aku tidak apa-apa.” Jawab Tomi yang langsung melepas genggamannya dan kemudian mengelus kepala Nerly dengan penuh kasih sayang. Nerly jadi salah tingkah dan masih belum puas dengan jawaban yang diberikan oleh Tomi.

“Seandainya kisah kita seperti spiderman...” Tomi terlihat berpikir “tidak akan pernah aku merasa sesedih ini”
Nerly yang mendengar ucapan itu begitu terkejut. Apa maksud Tomi? Apa yang ia sembunyikan?

Film selesai, Tomi langsung mengajak Nerly untuk ke tempat karaoke yang terletak tidak jauh dari XXI. Nerly heran, tidak biasanya Tomi mengajaknya untuk berkaraoke. Ini untuk pertama kalinya mereka berdua bernyanyi bersama dalam kurun waktu dua jam di dalam satu ruangan yang terasa hangat. Lagu pertama yang dipilih oleh Tomi adalah Goodbye dari Secondhand Serenade. Secondhand Serenade adalah band yang sama-sama disukai oleh Tomi dan Nerly. Merekapun bernyanyi dengan tulus. Digenggamnya tangan Nerly oleh Tomi selama bernyanyi. Sesekali ia mencium tangan halus Nerly dengan kelembutan tersendiri. Betapa bersyukurnya Nerly telah dipertemukan dengan Tomi. Tak ingin sekalipun ia berada jauh dari Tomi.

Setelah dua jam bernyanyi dalam karaoke, Tomi mengajak Nerly untuk makan di salah satu food court yang tersedia. Selera makan Nerly sudah tidak ada karena telatnya waktu makan yang ia terima. Tomi merasa bersalah karena telat menajak Nerly makan. Dan Nerly—yang merasa kelaparan—memilih untuk menunggu sampai diajak.
“Maafkan aku, Ner. Aku benar-benar lupa kalau kamu tidak bisa telat makan sedikitpun.”
“Iya tidak apa-apa. Sekarang aku paksakan untuk makan saja.”
“Maaf, sayang aku tidak bermaksud menyakitimu. Sekarang kau pesan makanan yang tidak membuatmu mual ya, dan jangan lupa air putih” perintah Tomi dengan nada khawatir. Tomi benar-benar tidak ingin melihat kekasihnya sakit sedikitpun. Dan suasana makan siang yang telat itu menegang karena ketidakenakan satu sama lain. Nerly terus berusaha tersenyum walaupun masih merasa mual, dan Tomi tahu bahwa Nerly merasakan itu.

Saat hari mulai gelap, Tomi membawa Nerly ke suatu tempat yang belum pernah Nerly kunjungi, yaitu atap mall. Tempat itu tidak boleh dikunjungi oleh siapapun, kecuali petugas yang berkepentingan. Tomi meminta izin langsung kepada pemilik kekuasaan mall untuk pergi ke sana. Untuk mencapai ke atap juga butuh tenaga menaiki anak tangga kecil yang tidak bisa dihitung dengan jari jumlahnya. Tom meminta Nerly yang naik lebih dahulu.

“Aku tidak berani, Tom” keluh Nerly yang baru menaiki tiga anak tangga.
“Lanjutkan saja, aku ada di belakangmu.”
“Tapi.....” Nerly terdiam “Aku tidak yakin”
“Kau harus yakin. Kumohon naiklah, Ner”
“Apa tidak ada tempat lain selain ini?”
“Ada, tapi aku ingin kau naik.”
Nerly yang mendengar permohonan tulus Tomi tersebut langsung melanjutkan naik. Hingga tersisa 3 anak tangga teratas, Tomi menahannya sebentar
“Nerly, berjanjilah kau tidak akan melupakan tempat ini.”
Nerly tersentak dan langsung menengok ke arah Tomi yang berada di belakangnya
“Iya, Tomi. Aku tidak akan melupakannya”

Tiga tangga berikutnya telah menunggu. Suasana atap yang jika dilihat dari bawah tampak gelap, berhasil diraihnya. Hingga ia sampai di anak tangga teratas, ternyata prasangka buruknya tentang kegelapan atap, salah. Itu bukan atap, itu surga. Tempat yang dibaluti dengan kaca transparan yang luas, membuat mata dapat memandang seisi kota yang indah. Tak disangka, atap itu berkeramik granit gelap yang mewah.

“Kau melihat apa, Ner?”
“Surga.”

Tomi pun tersenyum melihat Nerly yang masih tidak percaya akan indahnya atap itu. Digenggamnya kedua tangan Nerly dan dihadapkannya diri mereka satu sama lain.

“Aku tidak percaya, Tom.” Ucap Nerly “Kau membuat malamku seperti surga”
“Kau juga, Ner. Kau membuat diriku merasa tenang berada di dekatmu”
“Aku menyayangimu” ucap Nerly.
Dengan diam, Tomi langsung memeluk tubuh Nerly dengan erat. Tidak disangka, Tomi meneteskan air mata. Isakan tangisnya terdengar jelas di telinga Nerly. Diciumnya kening Nerly dengan penuh ketulusan.

“Jelaskan padaku, mengapa kamu terlihat seperti ini?” Tanya Nerly

Tiba-tiba, terdengar bunyi hujan yang membasahi kota. Nerly dan Tomi tampak terkejut karena hujan tersebut datang tak diduga.

“Kamu akan tahu besok. Sekarang, mari kita pulang”

Saat sampai di parkiran motor, ternyata Tomi tidak membawa jas hujan. Ia benar-benar panik karena tidak mau membiarkan Nerly hujan-hujanan saat diantarnya.

“Kau naik taksi saja, biar aku carikan.”
“Tidak, aku ikut denganmu saja.”
“Tapi hujan ini semakin deras, Ner.”
“Tidak apa-apa. Kumohon, antarkan aku pulang.”
Tomi tidak bisa menolak permintaan Nerly
“Tutupi kepalamu dengan jaketku”
“Lalu kau pakai apa?”
“jangan pedulikan aku, ayo naik!”
Nerly tidak bisa berkutik lagi. Digunakannya jaket milik Tomi untuk menutupi kepalanya. Sepanjang perjalanan, Nerly merasa kedinginan. Begitu juga dengan Tomi. Dilingkarkannya pinggang Tomi dengan tangan Nerly. Itu membuatnya merasa lebih hangat. Tomi pun mengemudi dengan satu tangan, dengan tangan kirinya yang menggenggap tangan Nerly yang berada di pinggangnya. Malam itu, Nerly benar-benar merasa nyaman berada sedekat itu dengan Tomi. Walaupun ia tak tahu apa yang disembunyikan oleh Tomi sampai sedemikian rupa, namun Nerly tetap merasa bahagia.

Sesampainya di rumah Nerly, Tomi membuka kaca helmnya untuk melihat Nerly dengan jelas.

“Ini jaketmu, terima kasih banyak” ucap Nerly seraya memberikan jaket Tomi
“Tidak usah, kau simpan saja.” Jawab Tomi yang tidak diduga
“Kau bercanda ya?”
“Aku serius. Terima kasih juga, Ner kamu sudah mau menuruti semua permintaanku hari ini. Kumohon, apapun yang terjadi jangan lupakan aku.”
“I... Iya, Tomi.”
“Untuk pertanyaanmu yang tadi.... Kau akan tahu jawabannya besok. Aku pulang ya, goodbye honey!”
“Bye...”

Tomi pun memutar balik motornya dan berjalan pulang. Malam itu benar-benar indah. Benar-benar indah.

***
Keesokan harinya, Nerly bangun dengan telat. Ia pun langsung membuka handphone nya yang terlihat ada pesan baru.

Ner, terima kasih banyak untuk semuanya. Apakah kau bisa datang ke rumahku sekarang? Ada yang ingin kubicarakan terkait dengan pertanyaanmu semalam.
Love you, Ner

Received: 06.10 a.m

Nerly sangat terkejut membaca pesan itu. Tomi mengirimnya pukul 06.10 dan sekarang sudah pukul 09.00. tanpa banyak bicara, ia pun langsung mandi dan mengganti bajunya untuk pergi ke rumah Tomi.

Ditekannya bel rumah Tomi yang tampak sepi. Tidak ada yang membukakan pintu. Nerly pun memilih untuk menunggu di kursi yang tersedia di teras rumah Tomi. Selang seperempat jam, terlihat mobil Honda Jazz hitam yang berhenti di depan rumah Tomi. Nerly pun tenang karena yang ia tunggu akhirnya datang juga. Namun, hatinya berubah tidak tenang setelah melihat yang keluar dari sana adalah Kak Diva—kakak perempuan Tomi—yang terlihat rapih dengan setelan kemejanya.

“Nerly... Kau sudah lama menunggu?” Tanya Kak Diva
“Hmm belum, Kak” jawab Nerly dengan senyum yang sedikit dipaksakan
“Maaf kalau begitu. Ini ada yang dititipkan oleh Tomi. Kamu bisa baca sendiri.” Ucap Kak Diva yang seraya menyodorkan sepucuk surat yang ditaruh di dalam amplop biru muda. Tanpa berpikir panjang, Nerly membukanya

Dear, Nerly
Hai sayang, maafkan aku telah membuatmu kehujanan semalam. Aku benar-benar tidak menyangka kalau tadi malam akan hujan seperti itu. Dan tentunya terima kasih banyak atas semuanya.

Pagi ini, aku meninggalkan Jakarta untuk ke Berlin. Aku akan melanjutkan kuliahku disana. Orangtuaku juga menempatkanku di sebuah perusahaan untuk bekerja nanti. Aku tidak tahu pasti kapan aku akan kembali ke Jakarta. Yang jelas, kalau ada waktu aku pasti akan mengunjungimu. Aku tidak habis pikir mengapa ini benar-benar terjadi. Aku kebingungan untuk mencari cara memberi tahumu. Kurasa caraku kemarin adalah yang paling tepat. Maafkan aku harus meninggalkanmu tiba-tiba. Aku juga baru diberi tahu oleh Papaku tiga hari yang lalu. Maafkan aku, Ner. Kamu tidak usah menyusulku ke sini. Carilah orang yang lebih baik dariku. Kamu adalah kekasihku yang pertama, dan kuharap kamu akan terus bahagia walaupun tidak bersama denganku. Terima kasih telah menjadi kekasihku, Ner. Aku sangat menyayangimu.

Salam,
Tomi

Tes......
Tes......
Nerly tidak berhenti menangis. Kepergian  Tomi sangat membuatnya bersedih. Ia benar-benar tidak menduga semua ini akan terjadi. Berjuta kenangan telah dilewatinya bersama. Ternyata benar apa yang dikatakan oleh semua orang,
nothing lasts forever.

No comments:

Post a Comment