Sunday, April 26, 2015
Virus Alay
Hai! Hari-hari random di kelas emang ga keitung, saking ga keitungnya sampe gabisa gue tulis di sini satu persatu. Tapi, kali ini gue mau ceritain kejadian di minggu ini yang gue rasa, hm, bolehlah untuk dibagi ke pembaca setia gue (sok punya pembaca setia) (padahal gada yang mau baca).
Gue ga pernah ngaku kalo anak kelas gue itu gaul gaul. Gue juga ga pernah ngaku kalo anak kelas gue kudet cupu nerd apalah pokoknya. Yang gue tau, anak kelas gue itu lengkap dan saling melengkapi (hoeks). Gue kasih tau dulu deh, anak kelas gue emang ga terlalu suka hura-hura. Kata guru gue sih, anak kelas gue hobinya belajar. Suatu hal yang bisa dikatakan anugrah atau musibah:"). Cewe di kelas gue kalo depan guru tuh pendiem, jaim, terlihat sangat fokus memperhatikan, kemayu, ayu, dan segala macem. Sedangkan cowo di kelas gue mau di depan atau belakang guru sama aja, sama sama heboh, banyak bicara, cerdas, suka mempertanyakan sesuatu yang masih mereka ragukan, dan satu lagi, 'mantan' alay.
Suatu hari kelas gue disuruh bikin video yg isinya ada yg nyanyi, nari, sama main musik dari barang bekas. Gue ke bagian nyanyi bareng 11 temen lainnya. Pas gue lagi latihan nyanyi, hp gue dipinjem sama dwiki. Dia emang sering minjem hp gue, entah dimainin atau dikutak katik. Yang jelas pernah habis dipinjem dia, menu di hp gue semuanya jadi pake bahasa indonesia hasil translate-an. Nah karena gue lagi asik latihan nyanyi, gue jadi ga mikirin hp gue dimana. Kalo udah di dwiki ya gue percayalah. Terus sekilas gue liat hp gue dimainin dika sama reza. Terus mereka masuk ke kelas (gue ada di luar kelas). Yaudah kan tuh. Pas gue selesai latihan, gue masuk kelas. Terus gue menemukan segerombol cowo yang make headset dari hp gue dan mainin game. Pas gue tanya mereka main apa, mereka malah bilang gue kepo banget. Ngocol ya emang. Hp gue, mereka yang berkuasa-_- terus yaudah gua ketawa bete. Terus ngambil tas karena udah waktunya pulang. Pas gue intip mereka, ternyata mereka main berpacu dalam melodi!! Di mana game itu isinya nebak lagu lagu ngehitz (pada masanya) dan kalau gue pikir-pikir, alay juga ya :)))) pantes mereka nutup nutupin dengan bilang gue kepo. Akhirnya mereka balikin hp gue. Pas banget gue udah mau pulang, gue malah denger lagu lagu hitzzz itu diputer di hp arbok. Ternyata dia punya game yang sama 😂😂. Huft.
Keesokan harinya, game itu mendadak hitz di kelas gue. Gue sempet main lawan aji, ternyata kita sama jagonya(?). Terus main bareng rinda juga. Keesokan harinya entah ada angin apa, Bu Susan, guru mtk peminatan gue, nyuruh nandi buat nyanyi di depan kelas. Beliau nyuruh antara dua faktor sih, pertama karena beliau lagi sakit jadi butuh dihibur, kedua karena anak kelas gua pada ngomporin supaya beliau nyuruh nandi nyanyi. Nandi awalnya sok sok gamau. Terus dia minta ditemenin arbok. Akhirnya mereka berdua karaokean depan kelas bawain lagu Jangan Pernah Selingkuh - ang**** band. Liriknya tuh "Jangan pernah kau selingkuh.. Jangan pernah kau mendua.. *ngeden *ngeden* *ngeden*" ngakak banget liat muka nandi yang fokus nyanyi dan muka arbok yang..... Duh, kelewat luculah. Terus udah tuh kan. Habis pelajaran mtk kita langsung gabut YAAAAAAY karena guru kita pada ke dubai, eh baduy maksudnya. Beberapa cowo pada main basket, sedangkan yang cewe ngerumpi cantik di kelas. Tapi masih tersisa destyo arbok nandi di kelas. Gue ga inget persis mereka lagi ngapain, yang pasti salah satu dari mereka lagi pacaran. Terus anak cewe pada ngebahas lagu alay. Ternyata temen cewe gue MANTAN ALAY SEMUAAAA. please banget depannya doang kita jaim pendiem blabla padahal mah wkwkwkwk. Mulai dari lagu alay yang biasa aja sampe yg pernah jadi hitzzz pun kita tauu. Anak cowo pada kaget kalau kita tau. Alhasil kita malah ngebahas lagu alay bareng:"") malah kayaknya gua lebih tau banyak dibanding destyo. Gue sempet nanya "lu pada tau lagu asb*k band gak??" Terus destyo bilang "judulnya puntung rokok? Mana gua tau idzniii kok lu tau aja sih sama gituan" ternyata rifaa monic dhayu satu tingkat lebih alay dari gua. Mereka masih hafal lagu lagu missing band (nama disamarkan). Pas anak cowo yg lain pulang dari main basket, mereka langsung nyamber pas lagu alay disebutin. Akhirnya kita nyanyi nyanyi lagu alay deh. Kayaknya ini momen teralay dalam hidup gua deh.
Sampe sekarang game berpacu dalam melodi masih sering dimainin. Gue tergolong anak kelas middle, pernah gue battle sama arbok dan kalah mele. Yah, semoga virus alay itu ga akan menyebar lagi. Kalau sampe virus itu nyebar sampe ke anin, gue dan segenap anak kelas gue merasa sangat bersalah telah merubah seorang princess.
Itu aja yang bisa gue ceritain, semoga pembaca gue ga pada nyari lirik lagu alay ya setelah baca postingan ini.
Wassalamualaikum~
_____
Monday, April 6, 2015
Siklus Alam
Terik matahari menyinariku di awal Bulan April. Cahaya laksana api yang terus membara di tubuhku. Terkadang aku merasa terbakar, walau aku tetap berfotosintesis. Aku terus berharap agar hujan turun menghilangkan hawa panas dari tubuhku ini. Memberikan percikannya walau sedikit tapi begitu berarti. Di manakah kau, wahai hujan? Ditunggu di siang hari kau tak ada, malam hari pun tak kunjung datang.
Keesokan harinya tetap saja begitu. Langit begitu tega membiarkanku terus dihadapi dengan matahari yang begitu teriknya. Sementara ia di atas sana hanya senyam senyum bersantai. Menikmati pemandangan bawah langit yang terkadang indah namun memilukan. Apa pedulinya langit denganku? Sampai detik ini, ia masih saja diam.
Aku terus menghadapi hari-hariku berikutnya. Membiasakan diri menghadapi matahari, walau panasnya tak tertahankan. Aku hampir mengutuk langit, meluapkan amarahku karena ketidak adilan ini. Semoga besok langit berbaik hati dengan menurunkan hujan. Hanya gerimis, tak apalah. Yang penting hujan.
Sayangnya, takdir berkata lain. Langit bahkan mendongkrak matahari hingga jauh lebih panas. Hari demi hari, bulan demi bulan. Aku merasa hampir terbakar. Namun aku tetap bernapas. Sinar matahari ini sungguh melancarkan proses fotosintesisku. Gas CO2 dari manusia juga sebagai faktor peningkatannya.
Tepat saat aku sudah merasa terbiasa, hujan malah turun membasahi tubuhku. Rintik berkecepatan tinggi itu terdengar bising di pendengaranku. Hawa dingin menusuk dan membuatku menggigil. Terkadang apa yang aku inginkan, sering datang di saat yang tidak tepat. Tapi tak apalah, mau bagaimanapun, aku tetap menyukai hujan.
Dua hingga tiga hari berjalan. Hujan hanya berhenti sebentar-sebentar saja. Ia lebih sering datang dibanding pergi. Biasanya, ketika malam hari ia mulai berpamitan denganku.
Alangkah bodohnya aku, kini sudah dua bulan sejak turunnya hujan. Aku tak menyadari kemana perginya matahari. Aku masih bisa merasakan terangnya lingkungan sekitar di siang hari, tapi aku tak pernah merasa disinari langsung olehnya. Entah darimana datangnya perasaan ini, namun aku begitu rindu dengannya. Wahai matahari, sedang apa kau di balik awan? Yang muncul hanya sinarmu, tapi bentuk fisikmu tak terlihat satu inci pun, ungkapku dalam hati.
Harus kuakui, aku begitu rindu dengan matahari. Proses fotosintesisku tak lancar tanpanya. Para manusia juga banyak yang mengeluh karena literan air masuk ke dalam rumahnya. Aku yakin matahari melihat semua kejadian ini. Merekam dalam memorinya yang mungkin lebih dari 10 tera.
Kini aku mengerti, semua ini hanya siklus alam. Jika hujan di Bulan April tidak turun, bukan karena ia tidak mau turun. Jika matahari bersembunyi di Bulan November, sungguh semua itu bukan karena ia tidak mau muncul. Semua ini hanya siklus alam. Hukum tak tertulis yang seharusnya sudah kuketahui sejak dulu. Aku saja yang harus bersabar menunggu, serta menerima segala sesuatu yang menimpaku.
Karena ternyata langit lebih mengetahui hal yang kubutuhkan jauh lebih penting dari yang aku inginkan.
______ ____
Keesokan harinya tetap saja begitu. Langit begitu tega membiarkanku terus dihadapi dengan matahari yang begitu teriknya. Sementara ia di atas sana hanya senyam senyum bersantai. Menikmati pemandangan bawah langit yang terkadang indah namun memilukan. Apa pedulinya langit denganku? Sampai detik ini, ia masih saja diam.
Aku terus menghadapi hari-hariku berikutnya. Membiasakan diri menghadapi matahari, walau panasnya tak tertahankan. Aku hampir mengutuk langit, meluapkan amarahku karena ketidak adilan ini. Semoga besok langit berbaik hati dengan menurunkan hujan. Hanya gerimis, tak apalah. Yang penting hujan.
Sayangnya, takdir berkata lain. Langit bahkan mendongkrak matahari hingga jauh lebih panas. Hari demi hari, bulan demi bulan. Aku merasa hampir terbakar. Namun aku tetap bernapas. Sinar matahari ini sungguh melancarkan proses fotosintesisku. Gas CO2 dari manusia juga sebagai faktor peningkatannya.
Tepat saat aku sudah merasa terbiasa, hujan malah turun membasahi tubuhku. Rintik berkecepatan tinggi itu terdengar bising di pendengaranku. Hawa dingin menusuk dan membuatku menggigil. Terkadang apa yang aku inginkan, sering datang di saat yang tidak tepat. Tapi tak apalah, mau bagaimanapun, aku tetap menyukai hujan.
Dua hingga tiga hari berjalan. Hujan hanya berhenti sebentar-sebentar saja. Ia lebih sering datang dibanding pergi. Biasanya, ketika malam hari ia mulai berpamitan denganku.
Alangkah bodohnya aku, kini sudah dua bulan sejak turunnya hujan. Aku tak menyadari kemana perginya matahari. Aku masih bisa merasakan terangnya lingkungan sekitar di siang hari, tapi aku tak pernah merasa disinari langsung olehnya. Entah darimana datangnya perasaan ini, namun aku begitu rindu dengannya. Wahai matahari, sedang apa kau di balik awan? Yang muncul hanya sinarmu, tapi bentuk fisikmu tak terlihat satu inci pun, ungkapku dalam hati.
Harus kuakui, aku begitu rindu dengan matahari. Proses fotosintesisku tak lancar tanpanya. Para manusia juga banyak yang mengeluh karena literan air masuk ke dalam rumahnya. Aku yakin matahari melihat semua kejadian ini. Merekam dalam memorinya yang mungkin lebih dari 10 tera.
Kini aku mengerti, semua ini hanya siklus alam. Jika hujan di Bulan April tidak turun, bukan karena ia tidak mau turun. Jika matahari bersembunyi di Bulan November, sungguh semua itu bukan karena ia tidak mau muncul. Semua ini hanya siklus alam. Hukum tak tertulis yang seharusnya sudah kuketahui sejak dulu. Aku saja yang harus bersabar menunggu, serta menerima segala sesuatu yang menimpaku.
Karena ternyata langit lebih mengetahui hal yang kubutuhkan jauh lebih penting dari yang aku inginkan.
______ ____
Subscribe to:
Comments (Atom)