Hai. Rasanya
sudah lama sekali kita tidak bertemu. 3 bulan? 4 bulan? Atau lebih? Entahlah.
Rasanya sudah lama sekali bagiku. Apa kabarmu? Semoga baik- baik saja, ya. Aku
tidak tahu bagaimana kabar diriku sendiri. Aku merasa sedikit kelelahan. Bukan
karena terlalu lelah belajar atau beraktivitas, tetapi aku lelah karena
memikirkanmu.
Aku tidak
peduli jika engkau membaca surat ini atau tidak. Aku juga tidak memintamu untuk
membalasnya. Aku hanya ingin kau mengerti. Aku terlalu rindu kepadamu.
Segala cara sudah kulakukan demi bertemu denganmu. Namun, tetap saja tidak ada
jalan yang mempertemukan kita. Saat kau pulang, aku tidak ada di rumah. Saat
aku mengunjungi tempatmu, kau tak pernah ada di sana. Mungkin kelihatannya
sederhana, tetapi aku terpukul dengan semua hal itu.
Aku senang
masih bisa berkomunikasi denganmu di waktu-waktu tertentu. Aku selalu memeriksa
hpku dan berteriak kegirangan dalam hati jika ternyata kau menghubungiku. Satu
kata “Ni” sudah mampu merubah hariku menjadi lebih indah. Ya, aku tahu aku
sangat berlebihan. Tetapi posisimu tak pernah tergantikan di dalam hatiku.
Aku tidak
tahu status hubungan kita saat ini. Teman? Sahabat? Pacar? Kekasih? Yang jelas
kita bukan musuh. Kau semakin menjadi seperti........ saudaraku. Hubungan kita
sangat dekat meskipun dalam jarak jauh, meskipun tidak sedekat dulu, meskipun
aku tak tahu apa perasaanku yang sebenarnya. Aku tahu kau pernah menyukai orang
lain, aku pun tahu aku pernah menyukai orang lain juga. Kita menyakiti satu
sama lain. Tetapi apa yang kemudian kita lakukan? Kita kembali. Kau kembali
padaku dan aku kembali padamu. Kita memang tak pernah terpisahkan.
Kini
kehidupanku denganmu sudah cukup berbeda. Aku dihadapkan dengan banyak lelaki
yang mungkin saja menyukaiku atau aku sukai. Sedangkan kau dihadapkan dengan banyak
wanita yang mungkin saja menyukaimu namun kau pilih untuk tidak menyukainya.
Hal ini sangat sulit bagiku. Cukup sekali aku menyakitimu. Aku tidak ingin
mengulangi kesalahan yang sama. Setiap kali aku menyukai salah satu temanku,
rasa suka itu tak pernah tumbuh sampai seperti perasaanku padamu. Kau pemilik
ruang di hati ini. bukan karena janji yang kuikrarkan dulu, tetapi memang
kenyataannya seperti itu.
Aku takut.
Aku takut jika harus berpisah denganmu terlalu lama. Terkadang aku ingin kau
selalu pulang, setidaknya menghubungiku setiap hari seperti dulu. Namun kau
takkan bisa. Setiap kali kau pulang, ada perasaan senang sekaligus takut yang
menyelimuti diriku. Aku senang kau datang, tetapi aku takut untuk melepaskanmu
lagi. Hari-hariku terasa sulit tanpamu. Aku merasa sendiri. Aku merasa sendiri
dalam keramaian. Aku selalu membutuhkanmu. Aku ingin bercerita kepadamu. Hingga
saat kau datang aku tak tahu harus mulai bercerita darimana dulu. Aku ingin
mendengarkan ceritamu, candaanmu, semuanya. Aku rindu dengan sosok dirimu yang
selalu ada untukku. Aku selalu menunggu kau pulang. Aku ingin bersamamu. Aku ingin
menjalani hari seperti dulu. Aku hanya berusaha terlihat tegar agar kau dapat
meneruskan hari-hari barumu dengan baik. Aku ingin kau menjadi orang yang lebih
baik dariku dengan mewujudkan semua mimpiku yang tak tercapai.
Sekali lagi,
aku tak peduli jika kau membaca surat ini atau tidak. Aku juga tidak memintamu
untuk membalasnya. Aku hanya ingin kau mengerti. Waktu tak dapat berputar.
Namun, memoriku selalu memutar kenangan kita dulu. Semoga kau tidak menangis
jika membaca surat ini. Ya, lelaki sepertimu tak pantas menangisi surat yang berlebihan
dan tidak jelas arahnya ini. Tenang saja, aku menulis surat ini dengan tulus.
Jika kau ingin aku menghapusnya, pasti akan kulakukan. Aku masih seperti dulu.
Gadis penurut yang kadang mengecewakan. Terima kasih telah berbagi waktu
denganku selama kurang lebih 3 tahun. Ah, maksudku 4. Senang dapat mengenalmu
sampai sejauh ini.
Sekali lagi,
terima kasih.
Sincerely,
Yours.
No comments:
Post a Comment