Risya mengendarai honda jazz yang biasa ia gunakan kemanapun. Seperti biasa, ia akan membawa mobil itu ke tempat peristirahatan standar yang setiap orang memilikinya. Rumah. Bangunan dari batako yang sudah khas dimatanya. Lelah menyelimutinya. Ia baru saja tampil di program musik salah satu channel televisi terkenal. Saat itu pukul 23.00. ia memang sudah terbiasa pulang hampir tengah malah seperti itu. Karena itu memang profesinya sebagai pemusik. Gitar sudah menjadi bagian dari hidupnya. Dan suara merdu juga menemani lantunan setiap petikan gitar itu.
Sesampainya dirumah, secangkir teh dan beberapa kue kering menyambutnya di meja makan. Risya tau siapa yang telah menyiapkan semua itu. Bukan bagian dari keluarganya, melainkan bibi marni yang bekerja dirumahnya setelah kesibukan menyelimutinya. Tidak ada waktu lagi untuk risya membereskan setiap barang yang tertata dirumahnya. Ditambah lagi kedua orangtuanya yang bekerja diluar kota yang tidak sempat merawat rumah itu. Rumah itu hanya serasa dihuni oleh seorang tunawisma walaupun Denis, adik Risya tinggal disana dan mengabiskan banyak waktu diluar untuk kegiatan sekolah dan shutting iklan.
Sepertinya bibi sudah tidur. Risya hanya menikmati santapan malamnya sendirian. Ia bukan seorang perempuan yang biasa nongkrong di cafe dan semacamnya. Ia lebih senang menghabiskan waktunya dirumah walaupun hanya sendiri. Komunikasinya dengan teman-teman hanya sebatas lewat blackberry. Tidak lebih. Ia bukan perempuan yang suka berkeliaran diluar meskipun ia adalah seorang selebriti terkenal. Jika memang mendapatkan job bernyanyi di cafe, ia hanya sekedar bernyanyi, menghibur orang orang yang ada didalamnya. Tidak tertarik untuk ikut berkumpul disana.
**
“ris, kayanya lo ga usah anter gue pulang deh. Kebetulan gue bawa mobil. Gue juga mau ke suatu tempat dulu. Thanks ya sebelumnya” ucap Risya yang dibalas anggukan oleh Haris setelah mereka selesai nyanyi off air di suatu acara.
Haris adalah keyboardis Risya. Ia tak pernah absen untuk mengiringi Risya bernyanyi. Penggemar Risya biasanya juga mengenal Haris. Wajar saja, keberadaan Risya selalu diikuti oleh Haris. duet dalam bernyanyi pun kadang terjadi. Namun, kedekatan mereka tidak hanya sebatas diatas panggung saja. Mereka juga sangat dekat diluar itu.
**
Risya sudah menghabiskan waktunya untuk bernyanyi sampai pukul 16.00. sekarang saatnya untuk refreshing baginya. Kebetulan itu memang ia dapatkan setiap jumat sore. Dimana ia tidak menerima tawaran bernyanyi dimanapun. Seperti biasa, ia akan menjemput Denis di sekolah bolanya terlebih dahulu. Walaupun Denis sudah beranjak menjadi seorang remaja, tetapi tetap saja tak satupun kendaraan boleh digunakannya sendiri. Ia masih tetap diawasi.
Sesampainya di sekolah bola Denis, Risya mendapati sekumpulan anak berumur sekitar 11-15 tahun bermain bola diatas lapangan hijau. Dan diantaranya ada sang adik yang cukup menonjol. Jelas saja, Denis sudah menjadi pemain iklan sejak umurnya 5 tahun. Hampir setiap orang mengetahuinya.
Namun tatapan mata Risya tidak tertuju ke arah Denis. Melainkan ke arah seorang pemain bola yang memeragakan cara bermain bola yang benar kepada para siswanya. Bukan seorang guru. Itu adalah pemain bola terkenal yang sudah sering Risya lihat di televisi. Rambut hitamnya bergerak semilir angin. Kakinya menendang bola dengan lincah. Menggerakkan ke kanan-kiri. Tak satupun orang ingin melewatkan saat saat ini. Saat saat ia menggiring bola ke gawang, dan masuk. Entah apa yang sedang dirasakan oleh Risya. Selama ini ia tak pernah sedikitpun tertarik dengan orang yang bermain dengan benda putih hitam itu di atas rumput hijau. Tetapi saat ini bagaimana? Ia terbelalak melihatnya. Seakan dunia menghalangi nafas yang sedang ia hidup. Ia terdiam. Tanpa diduga, lelaki pemain bola itu melihat kearahnya---dengan heran---dengan kepolosan di wajahnya. Sepertinya ia merasa sangat diperhatikan dari tadi oleh perempuan cantik ini. Namun konsentrasinya tetap terfokus kepada benda bulat hitam putih itu. Risya hanya salah tingkah melihat lelaki itu menatapnya dengan keheranan. Ia langsung membuyarkan pikirannya. Apa apaan sih. Dia cuma laki- laki biasa. Lupain.
**
“Nis tadi sekolah bolamu itu kedatangan bintang tamu?”
“Bintang tamu? Bintang tamu apaan?”
“Itu, yang main bolanya keren banget”
“oh itu, hahaha bukanlah itu bukan bintang tamu. Itu kan kak bossa. Dia itu partner pa Agus, guruku, kalo lagi ngajar. Biasanya pa Agus yang ngasih teori, nah kak Bossa yang meragain. Dia kan pemain bola terkenal kak. Dia dulu sempet main di club internasional. Dia imigran dari netherland” Jelas Denis panjang lebar. Risya yang mendengarnya hanya memberi anggukan dan sesekali menjawab “ooh”. Padahal, ia sangat terkejut mendengarnya. Namun ia berusaha menyembunyikan itu karena takut disangka yang aneh aneh.
“Kenapa kak Risya menanyakan kak Bossa? Suka yaaa? Cieee” ledek Denis sambil tertawa kecil
“suka? Enak aja, enggaklah Nis. Kak Risya Cuma penasaran aja biasanya kan setiap kakak menjemput kakak ga liat dia. Terus tiba-tiba kakak liat. Ya aneh aja”
“ooh hahaha iyasih , dia biasanya muncul di jam jam pertama aku latihan. Tapi sekarang dirubah, dia ikut mengajar jadi jam jam mendekati pulang” Denis menjelaskan “jadi kak Risya kalo mau liat dia gampang deh” Denis meledek kembali sambil diiringi dengan tawa kecil.
“enak saja!” Risya mengelak. Namun tiba-tiba pipinya memerah.
“Tuh kaan pipi kak Risya langsung merah. Berarti benar dong kalo kak Risya ingin melihatnya? Ciee penyanyi suka pemain bola ciee” Denis tambah meledek.
Risya tersenyum miris. Tidak terima dengan ledekan itu. Tetapi apa daya, pipinya memang memerah. Ia tidak bisa membalas ledekan itu
“kak Risya, nanti malam jalan yuk” Denis tiba-tiba berganti topik. Risya lega
“ayuk, kemana?”
“Citos aja. Udah lama kita ga kesana”
“Hmm, boleh juga. Okelah, kebetulan kak Risya kangen dengan strawberry and cream frapp nya starbucks hehe” Risya membayangkan menu itu “biasanya kita beli itu kan cuma disana hehe”
“hehe iya ka, kebetulan aku juga mau beli banyak perlengkapan”
“oke nanti pukul 19.30 kita kesana”
**
Risya dan Denis memasuki Citos. Semua mata tertuju kepadanya. Jelas saja, kedua kakak beradik ini sudah cukup terkenal di perawakan masyarakat. Tidak lupa mereka berdua melemparkan senyum kepada semua orang yang menatapnya itu. Sesekali orang-orang berbisik berkata “itu. Ituloh. Risya penyanyi yang biasa ada di tv sama Denis yang biasa ada di iklan”. Risya dan Denis lanjut berjalan.
Risya dan Dennis berjalan menuju starbucks coffee.
Mereka telah memilih tempat. Memesan makanan pun sudah. Saat ini mereka hanya berbincang-bincang seputar kisah pribadi diantara mereka berdua. Namun itu berumur pendek, setelah seorang lelaki menyapa Denis dan berhasil membuat Risya kaget melihatnya.
“kak Bossa! Kakak sama siapa kesini?”
“Sendiri aja, Nis”
“Yaudah kalo gitu duduk sini bareng aku dan kakakku”
Risya kaget mendengarnya. Denis ini apaan sih. Udah tau lagi hangout berdua, malah ngajak orang lain. Risya membatin
“serius nih? Ga ganggu kalian?”
“enggak”
Bossa langsung duduk disebelah Denis. Risya hanya bisa diam dengan apa yg sedang ia lihat sekarang. Tidak mungkin Risya mengusir Bossa yang sudah duduk didepannya itu. Mau tidak mau, ia memulai pembicaraan
“Hai, Bossa ya?”
“Hai, iya, kau Risya kan?”
Risya tersentak dengan perkataan itu. Mengapa dengan cepat ia menebak nama Risya.
“iya, anyway,sudah tau ?”
“sudahlah, aku sering melihatmu memetik gitar sambil bernyanyi di televisi. Masa iya aku tidak tau”
Bossa menjawab dengan senyum meledek. Risya hanya tertawa. Tidak menyangka dirinya setenar itu di televisi.
“Adik kakak sama saja ya, sama sama terkenal. Sama sama keren. Sama sama baik” Bossa bergumam.
“ah tidak, aku saja yang terkenal, aku saja yang keren, aku saja yang baik, ehehe” kata Denis sambil tersenyum meremehkan
Tiba-tiba saja, Denis izin untuk keluar starbucks. Ia ingin membeli sesuatu. Sukseslah Bossa dan Risya berbincang disini berdua
“Oya Bossa, sudah berapa lama kamu tinggal di Indonesia?” Risya bertanya
“sekitar satu tahun setengah. Oya ngomong-ngomong, kamu tahu aku imigran?”
“tahu, Denis menceritakannya padaku. Dari Netherland kan?”
“he-eh. Kalau yang ini sepertinya bukan cerita dari adikmu ya, tapi tebakan dari wajahku hehe”
“tidak, ini masih cerita dari adikku hehe”
“oh kukira hahaha”
“kenapa kau mau pindah kesini? Bukannya disana sudah sangat nyaman?”
“sebenarnya sih begitu, tapi aku tertarik untuk mengajar anak-anak Indonesia bermain sepak bola. Selain itu, papa mendapat tugas bekerja disini. Otomatis aku ikut”
“hmmm ooh...”
Risya dan Bossa berbincang bincang tentang pengalaman pribadi mereka. Tak disangka, mereka langsung akrab. Mereka dapat membawa suasana menjadi tidak bosan. Sesekali Bossa pun bersenda gurau dengannya. Dan Risya, yang sebelumnya jengkel dengan keberadaan Bossa secara tiba-tiba itu, malah menikmati mengobrol dengannya. Risya tidak menyangka, baru saja ia mengintip Bossa yang tadi asik bermain bola. Sekarang, ia berbincang bincang face to face.
Malam ini, yang sebelumnya direncanakan hanya untuk refreshing, berubah menjadi first date. Haha sebenarnya tidak, tetapi setidaknya Risya dan Bossa sudah mengenal dekat since they’ve met tonight J